Enam jurnalis Myanmar ditangkap saat meliput aksi demonstrasi. Mereka didakwa melanggar undang-undang ketertiban umum dan terancam hukuman hingga tiga tahun penjara di tengah tindakan keras terhadap protes anti-kudeta.
Kantor berita Associated Press merilis sebuah video pada hari Rabu (03/03) yang menunjukkan pasukan keamanan Myanmar menahan seorang jurnalis AP Thein Zaw dengan memiting leher sang jurnalis dan memborgolnya ketika pasukan keamanan menindak aksi unjuk rasa anti-kudeta.
Pihak berwenang Myanmar mendakwa Zaw dan lima jurnalis lainnya melanggar undang-undang ketertiban umum, dan terancam pidana penjara hingga tiga tahun.
“Jurnalis independen harus diizinkan untuk dengan bebas dan aman melaporkan berita tanpa takut pembalasan,” kata Ian Phillips, wakil presiden AP untuk berita internasional, Rabu (03/043), menyerukan pembebasan segera Thein Zaw.
Dalam video tersebut, Thein Zaw tampak sedang memotret pasukan keamanan yang berlari ke arah pengunjuk rasa pada aksi hari Sabtu (27/02) pekan lalu di kota terbesar Myanmar, Yangon.
Thein Zaw mencoba melarikan diri saat tujuh orang petugas memiting lehernya dan memborgolnya. Seorang polisi kemudian menariknya.
Didakwa dengan undang-undang penyebaran berita palsu
Menurut laporan AP, pengacara Thein Zaw mengatakan dia menghadapi dakwaan berdasarkan undang-undang yang menghukum penyebaran berita palsu, menyebabkan ketakutan, atau menimbulkan agitasi atas tindak pidana terhadap pegawai publik.
Junta mengubah undang-undang tersebut bulan lalu dengan meningkatkan ancaman hukuman dari dua tahun penjara dan memperluas yurisdiksinya, kata pengacara itu kepada AP.
Thein Zaw (32) dilaporkan ditahan di Penjara Insein di Yangon utara, tempat rezim militer sebelumnya memenjarakan tahanan politik.
AP mengatakan, pengacaranya memastikan Thein Zaw bisa ditahan hingga 12 Maret tanpa ada persidangan lagi.
Selain Zaw, jurnalis yang bekerja untuk Myanmar Now, Myanmar Photo Agency, 7Day News, berita online Zee Kwet, dan seorang pekerja lepas, juga turut ditahan.
-
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Dokter dan perawat di garda depan
Kurang dari 24 jam setelah kudeta militer, para dokter dan perawat dari berbagai rumah sakit mengumumkan bahwa mereka melakukan mogok kerja. Mereka juga mengajak warga lainnya untuk bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil.
-
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Koalisi protes dari berbagai kalangan
Sejak ajakan pembangkangan sipil tersebut, para pelajar, guru, buruh dan banyak kelompok sosial lainnya bergabung dalam gelombang protes. Para demonstran menyerukan dan meneriakkan slogan-slogan seperti “Berikan kekuatan kembali kepada rakyat!” atau “Tujuan kami adalah mendapatkan demokrasi!”
-
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Para biksu mendukung gerakan protes
Para Biksu juga turut dalam barisan para demonstran. “Sangha”, komunitas monastik di Myanmar selalu memainkan peran penting di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha ini.
-
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Protes nasional
Demonstrasi berlangsung tidak hanya di pusat kota besar, seperti Yangon dan Mandalay, tetapi orang-orang juga turun ke jalan di daerah etnis minoritas, seperti di Negara Bagian Shan (terlihat di foto).
-
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Simbol tiga jari
Para demonstran melambangkan simbol tiga jari sebagai bentuk perlawanan terhadap kudeta militer. Simbol yang diadopsi dari film Hollywood “The Hunger Games” ini juga dilakukan oleh para demonstran di Thailand untuk melawan monarki.
-
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Dukungan dari balkon
Bagi warga yang tidak turun ke jalan untuk berunjuk rasa, mereka turut menyuarakan dukungan dari balkon-balkon rumah mereka dan menyediakan makanan dan air.
-
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi
Para demonstran menuntut dikembalikannya pemerintahan demokratis dan pembebasan Aung San Suu Kyi serta politisi tingkat tinggi lain dari partai yang memerintah Myanmar secara de facto, yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Militer menangkap Aung San Suu Kyi dan anggota NLD lainnya pada hari Senin 1 Februari 2021.
-
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Dukungan untuk pemerintahan militer
Pendukung pemerintah militer dan partai para jenderal USDP (Partai Solidaritas dan Pembangunan Persatuan), juga mengadakan beberapa demonstrasi terisolasi di seluruh negeri.
-
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Memori Kudeta 1988
Kudeta tahun 1988 selalu teringat jelas di benak warga selama protes saat ini. Kala itu, suasana menjadi kacau dan tidak tertib saat militer diminta menangani kondisi di tengah protes anti-pemerintah. Ribuan orang tewas, puluhan ribu orang ditangkap, dan banyak mahasiswa dan aktivis mengungsi ke luar negeri.
-
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Meriam air di Naypyitaw
Naypyitaw, ibu kota Myanmar di pusat terpencil negara itu, dibangun khusus oleh militer dan diresmikan pada tahun 2005. Pasukan keamanan di kota ini telah mengerahkan meriam air untuk melawan para demonstran.
-
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Ketegangan semakin meningkat
Kekerasan meningkat di beberapa wilayah, salah satunya di Myawaddy, sebuah kota di Negara Bagian Kayin selatan. Polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet.
-
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Bunga untuk pasukan keamanan
Militer mengumumkan bahwa penentangan terhadap junta militer adalah tindakan melanggar hukum dan ”pembuat onar harus disingkirkan”. Ancaman militer itu ditanggapi dengan bentuk perlawanan dari para demonstran, tetapi juga dengan cara yang lembut seperti memberi bunga kepada petugas polisi. Penulis: Rodion Ebbighausen (pkp/ gtp)
Penulis: Rodion Ebbighausen
Kelompok HAM menuntut pembebasan Zaw
Kelompok dan aktivis HAM internasional telah menyerukan diakhirinya tindakan kekerasan terhadap kebebasan pers di Myanmar.
Komite untuk Perlindungan Jurnalis (CPJ) yang berbasis di New York, AS, menuntut pembebasan segera jurnalis tersebut.
“Myanmar tidak boleh kembali ke masa kegelapan masa lalu di mana penguasa militer memenjarakan jurnalis untuk menahan dan menyensor pelaporan berita,” kata CPJ di Twitter, mengutip perwakilan Asia Tenggara Shawn Crispin.
Sebelumnya pada Desember 2017, Myanmar pernah menangkap dua jurnalis Reuters saat mereka tengah melaporkan berita tentang etnis minoritas Rohingya di Myanmar.
Mereka dibebaskan pada 2019 dengan pengampunan presiden setelah pengadilan menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara.
Sedikitnya 38 orang tewas dalam aksi unjuk rasa
Utusan khusus PBB Christine Schaner Burgener mengatakan sedikitnya 38 orang tewas setelah pasukan keamanan berusaha menghentikan aksi protes anti-kudeta di Myanmar pada Rabu (03/03).
Menurut berbagai laporan dari beberapa kota, polisi dan militer Myanmar menggunakan amunisi tajam, serta gas air mata dan peluru karet, untuk membubarkan protes di hari paling mematikan sejak demonstrasi menentang kudeta pecah.
“Hari ini adalah hari paling kelam sejak kudeta terjadi pada 1 Februari. Hari ini, 38 orang tewas,” kata Schraner Burgener.
Dia mengatakan video yang menunjukkan kekerasan terhadap jurnalis dan penembakan seorang pengunjuk rasa “sangat mengganggu.”
“Tampaknya polisi menggunakan senjata seperti senapan mesin ringan 9 mm. Jadi, menggunakan peluru tajam,” kata Schraner Burgener.
Schraner Burgener meminta negara-negara anggota PBB untuk menggunakan semua sarana “untuk menghentikan situasi ini” dan menyerukan persatuan dalam komunitas internasional, sehari setelah Menteri Luar Negeri negara-negara ASEAN meminta pihak militer Myanmar menahan diri. Dewan keamnan PBB berencana mengadakan pertemuan tertutup pada Jumat (05/03) untuk membahas situasi di Myanmar.
Sejak awal bulan lalu, pengunjuk rasa turun ke jalan menentang kudeta yang menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari. Para aktivis berjanji akan mengadakan lebih banyak aksi protes nasional.
rap/as
- Tanggal
04.03.2021 - Penulis
Farah Bahgat - Tema
Hak Asasi Manusia, Rohingya, Aung San Suu Kyi, Dewan HAM PBB, Myanmar, Hukuman Mati - Kata Kunci
Myanmar,
Kudeta Militer,
Jurnalis,
Unjuk Rasa,
HAM,
PBB,
Penangkpan Jurnalis - Feedback: Kirim Feedback
- Cetak
Cetak halaman ini - Permalink
https://p.dw.com/p/3qBPv