Isolasi internasional terhadap Rusia menempatkan negara-negara BRICS dalam posisi terjepit. Brasil, India, Cina, dan Afrika Selatan ingin memetik keuntungan, tetapi khawatir akan dampak sanksi negara Barat.
Kelompok negara BRICS (Brasil, India, Cina, dan Afrika Selatan) semakin didesak untuk memperjelas sikap terhadap invasi Rusia di Ukraina. Persekutuan dagang negara-negara ekonomi menengah itu merupakan pemasok bahan baku terbesar bagi Rusia dan sebabnya berperan penting dalam menegakkan sanksi internasional.
Salah satunya adalah kredit dagang melalui Bank Pembangunan Baru (NDB), lembaga kredit yang dibentuk kelima negara. NDB meminjam duit di pasar internasional dengan bunga rendah untuk kemudian dikucurkan dalam bentuk kredit kepada negara-negara BRICS.
“Saat ini posisi BRICS cenderung menahan diri dan tidak ada koordinasi politik yang kuat untuk bereaksi terhadap sanksi oleh Amerika Serikat dan Eropa,” kata Roberto Goulart dari Universitas Brasilia kepada DW.
“Di tengah ketidakpastian yang besar, BRICS cenderung tidak ingin mendeklarasikan keberpihakan politik,” imbuhnya.
“Mereka belum punya strategi yang jelas,” timpal Ignacio Bartesaghi, Direktur Institut Perdagangan Internasional di Universitas Katholik, Uruguay. “Namun, yang jelas kita akan segera memiliki aliansi, koalisi, dan kemitraan geostrategis yang baru.”
-
Daftar Superyacht Milik Oligarki Rusia
Kapal A
Kapal layar A setinggi 143 meter atau biasa disebut “SY A” bernilai sekitar Rp8,3 triliun. Otoritas Italia menyitanya setelah mengetahui sang pemilik adalah miliarder Rusia, Andrey Igorevich Melnichenko, yang menjadi produsen pupuk utama EuroChem Group dan perusahaan batu bara SUEK. Belum lama, kedua perusahaan itu mengumumkan bahwa Melnichenko mengundurkan diri dari anggota dewan.
-
Daftar Superyacht Milik Oligarki Rusia
Lena
Pihak berwenang Italia juga menyita yacht sepanjang 52 meter dengan perkiraan nilai Rp787,9 miliar saat ditambatkan di San Remo, barat laut Italia. Dimiliki oleh Gennady Timchenko, Ketua Liga Hoki Rusia, dengan saham di perusahaan minyak dan gas. Oligarki berusia 69 tahun itu telah mendapat sanksi dari AS dan Uni Eropa.
-
Daftar Superyacht Milik Oligarki Rusia
Dilbar
Dilbar memiliki dua helipad dan kolam renang sepanjang 25 meter. Spekulasi tentang sang pemilik menyelimuti kapal sepanjang 150 meter ini. Beberapa media Jerman melaporkan yacht itu disita oleh pihak berwenang di Hamburg, saat berlabuh untuk perbaikan. Para pejabat menolak berkomentar dan yang lain membantah laporan tersebut, mengatakan bahwa mereka tidak dapat mengkonfirmasi kepemilikannya.
-
Daftar Superyacht Milik Oligarki Rusia
Transfer kepemilikan
Kapal superyacht Dilbar dilaporkan terkait dengan oligarki Alisher Usmanov, yang ada dalam daftar sanksi Uni Eropa. Seorang juru bicara Usmanov mengatakan kepada Der Spiegel bahwa kepemilikan kapal itu telah dipindahkan “sudah lama sekali” ke sebuah yayasan untuk kerabat Usmanov.
-
Daftar Superyacht Milik Oligarki Rusia
Melarikan diri ke Turki
Eclipse adalah superyacht milik miliarder Rusia, Roman Abramovich, pemilik klub sepak bola Chelsea, yang berlabuh di sebuah resor Turki untuk menghindari perairan Uni Eropa. Superyacht sepanjang 162,5 meter – salah satu yang terbesar di dunia – dilaporkan memiliki dua helipad, sembilan dek, kolam renang, dan pertahanan antirudal.
-
Daftar Superyacht Milik Oligarki Rusia
Scheherazade: Apakah ini superyacht Putin?
Kapal sepanjang 140 meter bernilai sekitar Rp11 triliun ini menjadi kapal pesiar paling terkenal di Italia. Laporan New York Times mengatakan badan-badan intelijen AS menemukan indikasi awal bahwa yacht itu terkait dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Namun, laporan menyebut Putin bukanlah pemiliknya. Kini, superyacht itu menjalani pemeliharaan di Tuscany. (ha/yf)
Penulis: Farah Bahgat
Kocok ulang kemitraan dagang
Larry Fink, Direktur Blackrock, sebuah perusahaan manajemen keuangan, meyakini perceraian jangka panjang antara Rusia dan perekonomian dunia akan memorak-porandakan jaringan kemitraan dagang yang ada, tulisnya dalam sebuah surat kepada para pemegang saham.
Menurutnya, negara-negara di dunia akan mengkaji ulang dan mengurangi kebergantungannya terhadap negara lain. Hal ini bisa memicu penarikan dana investasi dari sejumlah negara dan terbentuknya persekutuan dagang baru dengan negara lain. Kegaduhan akibat invasi Ukraina sebabnya dilihat sebagai peluang bagi negara sentra produksi lain seperti Meksiko, Brasil, atau Asia Tenggara.
Ketika Arab Saudi menolak desakan AS menambah produksi minyak, Brasil berinisiatif meningkatkan kapasitas produksi sebanyak 10 persen hingga akhir tahun. Keputusan itu, demikian kata Menteri Energi dan Pertambangan Bento Albuquerque, “merupakan sumbangsih Brasil bagi stabilitas pasar energi global.”
Kepentingan nasional di atas aliansi geopolitik
Sikap bimbang sebaliknya ditunjukkan Afrika Selatan yang butuh menggandakan kapasitas penyimpanan minyak untuk menghadapi fluktuasi harga bahan bakar. Menurut jejaring investigatif Amabhungane, pemerintah sedang akan memutuskan tender pembelian gas alam cair, dengan dua kandidat terkuat berasal dari Azerbaijan dan Rusia.
India memilih sikap lebih pragmatis dan membeli minyak murah dari Rusia dengan diskon 20 persen. Menurut lembaga analisa perdagangan Kpler, sebanyak lima kapal tanker Rusia dengan enam juta barel minyak mentah berangkat ke India pada awal Maret dan dijadwalkan tiba pada April mendatang, lapor CNBC.
Sementara Cina berusaha keras menepis isu keberpihakan kepada Rusia dengan menegaskan sikap netralnya dalam konflik di Ukraina. Upaya Beijing dalam menghindari tekanan dagang dari AS dan Eropa akan dicatat dengan seksama oleh Afsel, India, dan Brasil.
Beberapa hari silam, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, menerima duta besar negara-negara BRICS di kantornya di Moskow, Selasa (22/03). Pertemuan itu menguatkan BRICS sebagai forum “dialog di antara kelima negara anggota” untuk membahas isu geopolitik dan ekonomi di dunia, tulis Kementerian Luar Negeri seperti dilansir kantor berita TASS.
Dalam pertemuan tersebut, Lavrov mendemonstrasikan betapa negara-negara BRICS semata digerakkan oleh kepentingan nasionalnya sendiri dan bahwa Rusia tidak berdiri sendirian dalam menghadapi “perang ekonomi” yang dilancarkan negara Barat.
rzn/ha
- Tanggal 30.03.2022
- Penulis Tobias Käufer, Ramona Samuel
- Tema Cina, Rusia , Ukraina , India, Amazon, Hubungan Ekonomi Indonesia-Jerman, Afrika Selatan, Keberlanjutan, Perdagangan, Ukraina
- Kata Kunci BRICS, Ukraina, Invasi, Rusia, Kejahatan Perang, Pelanggaran HAM, Ekonomi, Perdagangan, India, Cina, Afrika Selatan, Brasil, Konflik, KhasDW
- Feedback: Kirim Feedback
- Cetak Cetak halaman ini
- Permalink https://p.dw.com/p/49BAL